Sabtu, 05 Juli 2014

Soliter



9.
"Gimana, kamu udah sreg sama temen-temen di sini?" tanya Alise pada Nevskia, sambil mengendarai mobil chevrolet impala SS427, sebuah open top mobil yang berwarna putih, masih dalam kondisi bagus menunjukkan Alise gemar merawatnya, menembus jalan dingin, berkabut, yang menjadi warna abu-abu di pagi hari. Alise orang kaya, orang tuanya bos minyak di Turki jadi nggak masalah baginya untuk membeli mobil seharga sekian M, untuk kuliahnya di sini. Tapi yang ia senangi dari Alise adalh ia tidak sombong, ia hampir mengenali Nevskia seperti ia layaknya orang Indonesia. Bermake up dan gaya dandanannya seperti Dewi Sandra, artis Indonesia yang mengenakan jilbab saat ini, sedangkan Nevskia juga berjilbab, lebih mirip Hana Tajima Simpson, desainer dan Fashionista dari Jepang yang terkenal karena gaya jilbabnya, namun dalam versi yang lebih kecil, badan Nevskia lebih kecil dan mungil. Tangannya memegang kendali stir, berkaca mata menatap Nevskia, bibirnya merah, mengenakan dalaman jilbab merah, jilbab putih, dan kemeja putih, dan ditutup dengan jaket coklat yang tebal, yang sangat cocok dengan mobilnya. Tetapi Nevskia mengenakan kemeja kuning dan berjilbab floral bunga-bunga kuning dan putih di sampinya yang juga ditutup dengan mantel coklat panjang, bertali di pinggang, diam saja. Tetap menunduk ke bawah mengamati buku catatannya.
"Manusia itu sejatinya bersifat sosial, membutuhkan orang lain untuk berinteraksi, untuk ngobrol, untuk berdiskusi, dan untuk melakukan aktivitas lain. Begitu pun kamu di lab pasti membutuhkan orang lain. Tidak seperti bakteri yang bersifat soliter yang dapat hidup sendiri."
"Aku memutuskan untuk menjemputmu tadi pagi, karena aku tidak jadi datang ke kosmu tadi malam!" kata Alise lagi, kali ini padangannya berpindah ke depan. 
Nevskia tetap diam saja, tetap fokus pada bukunya.
"Hei, apa kau mendengarkanku..?!" bentak Alise sambil mendekatkan mukanya pada Nevskia.
"Iya, aku dengar, sambil baca jurnal kenapa?!" tanya Nevskia tetap menunduk.
Alise melongokkan kepalanya kepagian tengah buku yang sedang dipegang Nevskia, mengamati print out kertas yang berwarna coklat menyerupai jurnal yang sedang dibaca Nevskia.
"Trima kasih tumpangannya..!" kata Nevskia menoleh sambil tersenyum.
"Bayar!"
Nevskia tersenyum. 
"Udah krasan tinggal di sini, Nevs?"
"Heem." 
 "Tugas esai kamu Nevskia?!"
"Baru pengajuan proposal."
"Dengan pak James ya?"
"Ya, kok kamu tahu?!" tanya Nevskia menoleh.
"Iya lah, di sini itu seperti kampung gosip, berita sekecil apa pun di sini akan langsung tersebar terbawa angin kemana-mana! dan lagian Pak James itu sangat terkenal."
"Oh ya, kalau gitu aku terkenal dong!"
"Hmm, Ya, terkenal, sangat terkenal!" kata Alise mengangguk-anggukan kepalannya, tersenyum pada Nevskia.
"Esaimu tentang apa?"
"Fermentasi kacang di daerah Namibia."
"Wah, keren!" Alise menoleh lagi pada Nevskia.
"Biasa aja!" Nevskia tetap mengamati jurnalnya.
"Ih, kamu serius banget sih baca jurnalnya!"
"Nggak, bakteriku nggak mau numbuh!" 
"Jadi kamu asli Turki beneran, pantesan mobilnya chevrolet open top pasti kamu orang kaya!" kata Nevskia tetap mengamati jurnalnya.
"Tuh kan parah banget, sama temen kamu sendiri aja kamu nggak tahu! Aku sebenarnya orang Inggris, mamaku orang Inggris, sedangkan papaku orang Turki jadi aku masih mewarisi sifat cantik orang Turki haha..!" kata Alise mengamati Nevskia sebentar, lalu kembali fokus pada stirnya.
"Tsk," Nevskia tetap menghadap jurnalnya.
"Kamu tuh, parah bener sama temen sendiri semua kamu lupain, makanya kamu lupa sama teman sekelasmu. Makanya juga aku kemarin pura-pura kenalan denganmu!?"
"Siapa, Neapo, ih, beneran Lise, aku tuh nggak ingat kalau aku punya teman sekelas Neapo!"
"Tuh kan parah,"
"Ih beneran, jadi setelah kamu bilang kalau Neapo temen sekelas kita, kuingat-ingat lagi beneran deh, emang kita punya temen namanya Neapo?!" tanya Nevskia masih tertawa.
"Tuh kan parah, kamu lebih dekat sama tetangga sebelah sih, cuma sama-sama orang Indonesia, si  Myristi, Betaine, Aguse, Nitia, Alie, Eksan, Amine, dan Pyleni. Jangan-jangan kamu lupa sama semua temen sekelas kamu."
"Ih, bukan gitu Lise, kenal lah kenal sama mereka, beneran Lise main sama tetangga sebelah itu lebih membuatku nyaman, masing-masing punya karakter yang nyambung sama aku, makanya... aku senang bergaul dengan mereka."
"Nyambung sama nggak jelasnya!"
"Mungkin iya, aku tuh bisa nggak jelas sama mereka." kata Nevskia tertawa. "Dan aku ngerasa menemukan diriku sendiri dengan mereka. Kalau sama kalian, aku bisa mati kutu, aku nggak bisa berbuat apa-apa, aku cuma bisa menjadi penyimak kalian...tapi aku mulai sama kalian, aku cinta banget sama kalian, mulai sekarang!" Nevskia mencubit pipi Alise.
Alise manyun mengamati Nevskia.
Wageningen, cukup cerah pagi ini meskipun suhunya masih dingin. Beberapa bunga rumput kuning dan rumput hijau menyembul di tepi-tepi jalan atau menutupi lapangan-lapangan yang muncul di tengah-tengah gedung pencakar langit atau gedung megah, seperi genangan-genangan air kecil yang berwarna hijau indah jika di lihat dari atas. Jalan-jalan memutih terkena sinar matahari pagi memunculkan cahaya keperak-perakkan. Begitu juga gedung-gedung tinggi pencakar langit, yang sebagiannya nampak berkilat-kilat keperakan terkena sinar matahari pagi. Parit-parit lebar yang mulai mencairkan bekuannya berwarna coklat jika dilihat dari atas, menyerupai lidah-lidah raksasa yang menjulur di antara gedung-gedungnya. Gedung-gedung tersebut sebagiannya tersusun atas kaca-kaca, didesain untuk menghemat energi dan menangkap cahaya matahari sebanyak-banyaknya, gedung yang cantik dan unik, Radix, Vitae, Innovatron, Futurum, Carus, Forum.
Beberapa mahasiswa yang ditemui Nevskia dan Alise berjalan cepat menggunakan jin, baju hangat lengan panjang, dan syal, meskipun mereka tidak memakai baju setebal kemarin. Tetapi sebagian besar yang  ditemui mereka adalah menggunakan sepeda, kampus Wageningen identik dengan sepeda dan ada jutaan sepeda pagi itu berlalu-lalang melintasi gedung-gedung di Universitas Wageningen. Radix adalah gedung botani yang terdiri atas dua gedung yaitu gedung kotak dengan perpaduan warna hijau dan coklat dan gedung kotak kedua yang sebagian dindingya tersusun atas kaca dan cat dengan perpaduan warna coklat dan pink dan ungu terinspirasi dari akar tanaman. Vitae adalah gedung yang berarti 'hidup', yang dibangun menyerupai tanda koma tetapi berdiri di atas pilar-pilar yang kokoh yang jumlahnya banyak, berwarna coklat dan transparan. Innovatron adalah gedung yang dibangun menyerupai rumah tetapi memanjang, atap yang melandai ke bawah di bagian belakang, bercat hitam dan terdapat tiang-tiang ramping di depan masing-masing rumah dan jendela-jendela persis menyerupai rumah, untuk riset dan penelitian. Futurum adalah rumah makan masa depan juga merupakan sebuah gedung yang didesain menyerupai rumah, tetapi semua berdinding kaca pada bagian depannya, dan sebuah tangga yang menghubungkan dengan lantai di atasnya yang kelihatan dari luar karena kacanya yang transparan, cocok untuk mengamati perilaku pelanggan, tempat nongkrong sambil minum kopi, dan penelitian-penelitian tentang pengembangan rumah makan yang lain. Carus adalah gedung yang yang merupakan bangunan tinggi, tertutup, dengan beberapa jendela, yang dibangun untuk kelompok ilmuwan ternak dan kelompok ilmuwan agroteknologi yang lain. Forum adalah bangunan yang tinggi, coklat, yang sangat menarik perhatian mata, dibangun terdiri atas beberapa gedung yang dijadikan satu, menjorok ke dalam bagian pintu depannnya, merupakan tempat kuliah, edukasi, perpustakaan, restauran yang menjadi satu. Nevskia berjalan cepat untuk melewati salah satu atau beberapa dari gedung-gedung tersebut untuk mencapai labnya, memburu waktu, sambil tangan kanannya berusaha memegang tutup tasnya yang menutupi buku-bukunya yang nampak dari luar tidak mau ditutup karena ukurannya terlalu besar, sementara satu tangan kirinya memegangi topi putihnya agar tidak terbang terkena angin.
Adalah gedung Biotechnion yang menjadi tujuan perjalanan Nevskia, gedung bioteknologi dan gedung Futurum kadang-kadang, tempat ia minum kopi. Gedung Biotechnion terdiri atas dua bagian utama, yaitu bagian kanan dan bagian kiri. Bagian kanan lebih rendah dari bagian kiri dan terdiri atas lima lantai yang disusun menyerupai lengkung busur atau menyerupai Coloseum di Roma dengan dominasi warna adalah biru dan kaca sedangkan bagian kiri lebih tinggi dan tersusun atas tujuh lantai dengan sedikit warna biru dan didominasi oleh warna kaca. Merupakan gedung tempat Nevskia menggantungkan asa, meneliti teknologi pangan dan pengembangannya, bercengkrama dengan mikrobiologi penelitiannya, dan bioteknologi pengembangan fermentasi keju, tempat ia mengejar-ngejar profesornya, dan bermain bersama teman-temannya.
"Oke, sampai di sini dulu ya Lise trima kasih tumpangannya!" kata Nevskia turun dari mobil Alise.
"Lah, luh nggak langsung masuk ke Lab?" 
"Nggak, aku mau nemuin Pak James dulu!" kata Nevskia berlari.
"Nanti pulangnya kujemput!"
Nevskia sudah tidak mendengarkan sudah berlari menuju ruangan pak James.
“Semoga Pak James ada!” kata Nevskia, sambil menaiki tangga.
 “Pak..,” kata Nevskia memergoki pak James menuruni tangga.
Pak James melintas tepat di depan Nevskia, tanpa memperhatikan Nevskia.
“Pak, saya mau konsultasi tugas esai saya..!” kata Nevskia sambil memandangi punggung pak James yang sedang berjalan turun.
“Kamu telat..!” kata pak James tanpa menoleh.
“Tapi saya suadah lari-lari Pak!” teriak Nevskia lagi.
“Kamu telat..!” kata pak James tanpa menoleh.
"Pak...!" Nevskia bengong, memandangi punggung pak James.
Aguse yang berdiri di ujung pintu ke luar, melihat kejadian Nevskia dari awal hingga akhir, akhirnya tertawa "Haha..!"
Nevskia melirik sebal pada Aguse.
"Lu kenapa nggak ngejar pak James?!" tanya Aguse mengejar dan memegang pungggung Nevskia.
"Lu tahu sendiri kan, Pak James nggak mau dikejar sama aku!" bales Nevskia sewot.
"Haha..! Makanya kalau mau nemuin Pak James itu yang pagi, jam setengah tujuh kek, kamu jam sembilan baru dateng...!" kata Aguse masih mengejar Nevskia.
"Hah, sepagi itu?!" Nevskia berbalik.
"Hah, lu dari mana aja Nevskia, halooo...!" kata Aguse lalu berjalan cepat untuk mengejar kuliahnya, ia mengambil mata kuliah Pengendalian Mutu Ikan sambil melakkan penelitiannya.
Nevskia bengong mengamati punggung Aguse.
Nevskia tak henti-hentinya memenggerakan badannya bolak-balik dari mejanya ke meja di bawah jendela. Membawa pembakar bunsen, korek api, erlenmeyer isi medium steril, lap, dan beberapa perlengkapan lain.

Telinganya ia sumbat dengan earphone yang terhubung dengan ponselnya yang memutarkan musik–musik Korea Suju kesukaannya. "Aku malas berhubungan dengan orang-orang berwajah masam. Aku malas berhubungan dengan orang-orang yang membentakku. Dan aku malas dengan orang-orang yang sudah dulu masuk lab, sehingga merasa berkuasa di lab ini. Bahkan jika aku harus berpapasan dengan wajah orang pun, aku ingin buru-buru segera mengalihkannya..." Nevskia membuka lemari pendinginnya, mengambil beberapa keju kemudian menimbangnya seberat 0,2 gram masing-masing sembilan buah. Nevskia membawa kembali potongan-potongan keju tersebut ke meja dekat jendela, sambil bergumam ngomong sendiri, sekali-sekali ia mencibirkan bibirnya menirukan orang-orang lab yang cerewet padanya.

Lirik lagu No Other dikumandangkan dengan lirih oleh Nevskia sambil membetulkan letak earphonnya. Ia mulai mengenakan sarung tangan, menyemprotkan alkohol ke sarung tangannya, menyemprotkan alkohol ke mejanya, lalu mengelapnya dengan lap.

Dengan menghentak-hentakkan kakinya, Nevskia menyalakan pembakar bunsennya dengan korek apinya, kemudian memasukkan potongan keju yang tadi ia timbang ke dalam masing-masing erlenmeyer dengan mendekatkan ujung erlenmeyer tersebut ke api bunsen. Ia berusaha berhati–hati menjaga agar permukaan erlenmeyernya tidak terpapar udara luar. Ia segera menutup masing-maasing erlenmeyer tersebut dengan kapas, kemudian ia lapisi dengan aluminium foil, kemudian ia ikat denga karet.

Nevskia berjalan ke arah mesin penggojong, masih sesekali dengan mengumandangkan lagu yang sedang didengarnya. Ia berjongkok di depan mesin penggojog kemudian meletakkan masing-masing erlemeyer tersebut di situ. Kemudian ia menyalakan lagi mesin penggojognya. Ia melamun di situ beberapa jenak, “Kenapa bakteriku tidak tumbuh..?” 

You know, the most amazing thing in the world is you, I love you!” kata Nevskia mengamati petridishnya yang kosong tidak ditumbuhi bakteri.

Arho masuk ke dalam ruangan lab dan mengamati Nevskia dengan lirikan aneh. Nevskia mengamati Arho lalu tertawa lagi sambil menggigiti ujung kuku jari manis tanngan kanannya sambil memandangi petri dishnya. 
“Kamu eror ya, Nevskia?!” tanya Arho mendekati Nevskia.

“Iya, kupikir Nevskia eror. Dia habis konsultasi dengan pak James tadi pagi, tapi dia dicueki pak James!” kata Aguse masuk ke ruangan lab. Di tangannya membawa preparat potongan kentang yang ia letakkan di atas gelas benda.

“Dicuekin gimana?”

“Iya, dicuekkin, jadi dia mau konsultasi tugas tulisannya. Tapi dia telat, makanya, waktu dia mau ketemu pak James dan berpapasan di tangga pak James hanya melewatinya, tanpa mengomentari apa-apa..!”kata Aguse, ia membawa preparat kentang kemudian mengamati preparat kentang tersebut di bawah mikroskop.
“Haha..!”
“Bisakah kalian untuk diam?!” tanya Nevskia melihat mereka sambil melotot, lalu mengamati lagi petridishnya.
“Haha.. Nevskia dicuekkin pak James..!”komentar Arho dan Aguse.
“Emang Nevskia sering berbuat kesalahan seperti itu ya?!”
“Kupikir baru kali ini aku melihatnya, tapi ada kemungkinan ke depannya aku akan melihatnya lagi.”
“Sepertinya iya.”
“Dih, sebel deh..!”
Arho ikut tersenyum, senang. Ia mendekati dan duduk di samping Nevskia. Seketika Nevskia tersenyum, tapi senyumnya untuk pertidishnya. Seolah-olah tak memperhatikan keberadaan Arho yang duduk di sampingnya.
Tak lama kemudian Arho berdiri, ia diam dan mengamati Nevskia. Nevskia tetap tak bergeming di tempat duduknya. Tersenyum-senyum mengamati petridishnya.
“Tsk,” kata Arho berdiri, tangan kirinya ia letakkan di pinggang, menghela napas sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
Nevskia, maukah kau menemaniku ke gedung Vitae, kamu udah selesai melakukan pengamatan kan, jadi maukah kamu melihat koleksi bunga tulip penelitianku?” ajak Arho.
"Mau," kata Nevskia. Mata Nevskia berbinar-binar, ia segera mengikuti Arho ke rumah kaca. gedung Vitae. “Jadi penelitianmu tentang bunga tulip?” tanya Nevskia mengikuti Arho.
“Ya, itu benar!” kata Arho memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dengan senang.
“Ah menyenangkan. Apa kau kapan-kapan akan meminta tolong aku lagi untuk menemanimu datang ke gedung Vitae?” tanya Nevskia penasaran.
“Oh, itu menyenangkan sekali. Aku suka bunga tulip.” kata Nevskia mengepalkan kedua tangannya di depan dadanya. "Kamu menyenangkan sekali. Apakah kapan-kapan kamu akan mengajakku lagi ke rumah kaca?"
“Akan kupertimbangakan!” kata Arho pura-pura bersikap acuh pada Nevskia.
“Whuah, bunga tulip memang sangat menyenangkan. Ah, tidak, semua bunga sangat menyenangkan... Terutama bunga tulip sangat menyenangkan!" kata Nevskia mau menyentuh bunga tulip tersebut tapi nggak jadi sayang sama bunga tulup tersebut, saat Nevskia memasuki rumah kaca dan mendapati bunga tulip oranye, bunga tulip ungu, bunga tulip kuning, bunga tulip merah, dan bunga tulip ungu. Bunga-bunga tersebut bermekaran dan siap panen. Terletak pada kotak-kotak kaca menyerupai akuarium. Penelitian Arho adalah tentang pengendalian virus penyerang bunga tulip dengan menggunakan enzim.
“Kamu yang nanam ini semua?” tanya Nevskia kegirangan.
Arho menganggukkan kepalanya. Memotreti bunga tulip yang ada di depannya dengan menggunakan kameranya.
Sepuluh detik Arho mengamati gambar tulip di kamernaya, kemudian ia memperlihatkan foto tersebut pada Nevski.  Pada foto tersebut terdapat gambar tulip yang sempurna yang menggambarkan tulip yang sebenarnya yang terdiri atas daun yang berwarna hijau dan bunga yang berwarna oranye dan gambar yang permuakaannya tertutup oleh cat blur berwarna merah.
“Apa ini?” tanya Nevskia sambil menunjuk bunga blur beerwarna merah di layar kamera.

"Ini bagian yang terkena virus.".
“Ya, iyalah, orang cat blur itu digunakan untuk mendeteksi adanya virus pada tanaman, kalau cuma motret bunga tulip ngapain diadakan penelitian...” kata Arho, mengambil alih posisi Nevskia mendorong gerobag tersebut.

“Kamu mau mencobanya?”
“Boleh? boleh, boleh..!”
Arho menyerahkan kameranya pada Nevskia dan mengajari Nevskia untuk menggunakannya. Kemudian ia berdiri mengamati posisi lensa kamera dan posisi Nevskia. Ia mendekat untuk memperbaiki posisi lensa kamera. Menyuruh Nevskia menunduk agar dapat dengan baik menemukan posisi lensa kamera tersebut. Menyuruh Nevskia menunduk lagi. Menyuruh Nevskia membungkuk. Menyuruh Nevskia rileks. Arho mendekati Nevskia lagi, “Nah, nanti kamu tekan tombol ini untuk memotret!” perintah Arho.
Nevskia mengangguk, tersenyum dan dengan antusias maju ke depan memotreti tulip-tulip tersebut. 
Nevskia mengamati hasil jepretannya, “Jadi penelitianmu tentang virus penyerang bunga tulip?!” tanya Nevskia lagi kepada Arho.
“Ya, iyalah apalagi selain itu?” Arho terus mengikuti Nevskia.
“Jadi kamu mengisolasi virus tersebut, kemudian mendeteksi virus tersebut, sampai melakukan pengujian-pengujian untuk membasmi virus tersebut dengan enzim?” tanya Nevskia penasaran.
“Sebenarnya ya, tapi tahap itu hanya sedikit...” Arho mengamati Nevskia yang masih mengamati hasil jepretannya, “Aku nggak fokus pada identifikasi virusnya  tapi fokus pada enzim untuk mengeliminasi virusnya...”
“Trus, tanaman yang setelah diketahui ada cat warna merah blur trus diapain..?”
“Itu digunakan untuk melihat seberapa besar serangan virus pada suatu lahan, kalau sudah diketahui kau boleh mencabut tanaman yang berwarna merah tersebut dan membuangnya...!” kata Arho sambil tersenyum, lalu mendorong gerobagnya maju ke depan. “Mari kita pulang, hari sudah sore!”
“Hanya seperti itu, hanya mendeteksi warna merah kemudian membuangnya?”
“Ya.”
Nevskia terus mengikuti langkah Arho mendengarkan penjelasan Arho sambil mengamati jepretannya.
“Kau bisa mendapatkan enzim tersebut dari bakteri, fungi, atau keturunannya tersebut untuk melisiskan virus tersebut..” tambah Arho.
“Kau penelitiannya sudah sampai sana?”
“Ya, tapi sedikit. Penelitianku yang utama hanya mendeteksi tanaman tulip yang berwarna merah blur dan membuangnya begitu saja, agar tidak perlu menggunakan pestisida..” kata Arho memalingkan muka.
“Wah, cuma sampai gitu, enak banget..!” kata Nevskia mengamati wajah Arho sambil tersenyum.
 Arho mengamati Nevskia yang sudah fokus lagi mengamati kameranya. 

***
  10.

"Trima kasih sudah mengajakku jalan-jalan." kata Nevskia sambil tersenyum.
"Tidak, akau yang berterima kasih padamu, karena sudah menemaniku mengecek tanaman tulipku." kata Arho mengamati Nevskia.
Nevskia tersenyum, lalu berlari ke mejanya. Sesampainya di mejanya, pikirannya sibuk memikirkan isi buku catatanya. Jika ia harus menyelesaikan penelitiannya, maka minimal ia harus melakukan serangkaian pengujian seperti memurnikan bakteri yang ia peroleh, melakukan penegecatan gram, pengecatan negatif, katalase, oksidase, aerobisitas, uji urea, uji gelatin, uji hidroslisis pati, uji toxsisitas. Jika pemurnian bakteri memakan waktu enam bulan, dan masing-masing pengujian sebanyak lima belas pengujian dikalikan waktu tiga bulan, maka akan memakan waktu enam bulan ditambah 45 bulan, “51 bulan, ah lama sekali...!” Nevskia menyandarkan badannya ke mejanya.
“Kau bilang apa Nevskia..?”
Nevskia duduk tegak lagi dan mengamati catatannya lagi, “Ah, nggak..!”
Arho menunduk lagi melakukan pengamatannya.
Nevskia mengamati buku catatannya lagi. Apa lagi setelah menempatkan akuades ke tabung reaksi. Apakah perlu membeli keju lagi untuk persiapan ke depan. Apakah harus membuat gulungan kapas lagi untuk tutup tabung reaksi. Apakah harus belajar jurnal untuk menjawab segala kemungkinan yang terjadi kenapa bakterinya tidak tumbuh dan kemungkinan-kemungkingan pertanyan lain selama nge-lab. Apakah harus belanja yang lain lagi. “Ah, apa yang harus aku lakukan..?” Nevskia memelorotkan diri dari tempat duduknya.
 Nevskia segera memperbaiki posisi duduknya. Ia lalu berdiri dan berjalan mendekati Arho. Mengamati Arho yang sedang duduk mengerjakan prosentase hasil penelitiannya, prosentasi tanaman bunga yang terkena virus dan presentase bunga yang tidak terkena virus. Cowok setinggi 173 cm yang tegap itu, berkulit putih bermabut cepak pirang, serius di mejanya, menghitung semua angka yang ada di buku catatannya, “Bahkan Arho hampir menyelesaikan penelitiannya..!” gumam Nevskia, seperti mau menangis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar