9.
"Gimana, kamu udah sreg sama temen-temen di sini?" tanya
Alise pada Nevskia, sambil mengendarai mobil chevrolet impala
SS427, sebuah open top mobil yang berwarna putih, masih dalam kondisi bagus menunjukkan Alise gemar merawatnya, menembus jalan dingin, berkabut, yang menjadi warna abu-abu di pagi hari. Alise orang kaya, orang tuanya bos minyak di Turki jadi nggak masalah baginya untuk membeli mobil seharga sekian M, untuk kuliahnya di sini. Tapi yang ia senangi dari Alise adalh ia tidak sombong, ia hampir mengenali Nevskia seperti ia layaknya orang Indonesia. Bermake up dan gaya dandanannya seperti Dewi Sandra, artis Indonesia yang mengenakan jilbab saat ini, sedangkan Nevskia juga berjilbab, lebih mirip Hana Tajima Simpson, desainer dan Fashionista dari Jepang yang terkenal karena gaya jilbabnya, namun dalam versi yang lebih kecil, badan Nevskia lebih kecil dan mungil. Tangannya memegang kendali stir, berkaca mata menatap Nevskia, bibirnya
merah, mengenakan dalaman jilbab merah, jilbab putih, dan kemeja putih, dan ditutup dengan jaket coklat yang tebal, yang
sangat cocok dengan mobilnya. Tetapi Nevskia mengenakan kemeja kuning
dan berjilbab floral bunga-bunga kuning dan putih di sampinya yang juga ditutup dengan mantel coklat panjang, bertali di pinggang, diam saja. Tetap
menunduk ke bawah mengamati buku catatannya.
"Manusia itu sejatinya bersifat sosial, membutuhkan orang lain untuk berinteraksi, untuk ngobrol, untuk berdiskusi, dan untuk melakukan aktivitas lain. Begitu pun kamu di lab pasti membutuhkan orang lain. Tidak seperti bakteri yang bersifat soliter yang dapat hidup sendiri."
"Manusia itu sejatinya bersifat sosial, membutuhkan orang lain untuk berinteraksi, untuk ngobrol, untuk berdiskusi, dan untuk melakukan aktivitas lain. Begitu pun kamu di lab pasti membutuhkan orang lain. Tidak seperti bakteri yang bersifat soliter yang dapat hidup sendiri."
"Aku memutuskan untuk menjemputmu
tadi pagi, karena aku tidak jadi datang ke kosmu tadi malam!" kata Alise
lagi, kali ini padangannya berpindah ke depan.
Nevskia tetap diam saja, tetap fokus pada
bukunya.
"Hei, apa kau mendengarkanku..?!"
bentak Alise sambil mendekatkan mukanya pada Nevskia.
"Iya, aku dengar, sambil baca jurnal
kenapa?!" tanya Nevskia tetap menunduk.
Alise melongokkan kepalanya kepagian tengah buku yang sedang
dipegang Nevskia, mengamati print out kertas yang berwarna coklat menyerupai
jurnal yang sedang dibaca Nevskia.
"Trima kasih tumpangannya..!"
kata Nevskia menoleh sambil tersenyum.
"Bayar!"
Nevskia tersenyum.
"Udah krasan tinggal di sini, Nevs?"
"Heem."
"Tugas esai kamu Nevskia?!"
"Baru pengajuan proposal."
"Dengan pak James ya?"
"Ya, kok kamu tahu?!" tanya Nevskia
menoleh.
"Iya lah, di sini itu seperti
kampung gosip, berita sekecil apa pun di sini akan langsung tersebar
terbawa angin kemana-mana! dan lagian Pak James itu sangat terkenal."
"Oh ya, kalau gitu aku terkenal dong!"
"Hmm, Ya, terkenal, sangat terkenal!" kata Alise mengangguk-anggukan
kepalannya, tersenyum pada Nevskia.
"Esaimu tentang apa?"
"Fermentasi kacang di daerah
Namibia."
"Wah, keren!" Alise menoleh
lagi pada Nevskia.
"Biasa aja!" Nevskia
tetap mengamati jurnalnya.
"Ih, kamu serius banget sih baca jurnalnya!"
"Nggak, bakteriku nggak mau
numbuh!"
"Jadi kamu asli Turki beneran, pantesan mobilnya chevrolet
open top pasti kamu orang kaya!" kata Nevskia tetap mengamati
jurnalnya.
"Tuh kan parah banget, sama temen kamu sendiri aja kamu nggak
tahu! Aku sebenarnya orang Inggris, mamaku orang Inggris, sedangkan papaku
orang Turki jadi aku masih mewarisi sifat cantik orang Turki haha..!"
kata Alise mengamati Nevskia sebentar, lalu kembali fokus pada
stirnya.
"Tsk," Nevskia tetap
menghadap jurnalnya.
"Kamu tuh, parah bener sama temen sendiri semua kamu lupain,
makanya kamu lupa sama teman sekelasmu. Makanya juga aku kemarin pura-pura kenalan denganmu!?"
"Siapa, Neapo, ih, beneran Lise, aku tuh nggak
ingat kalau aku punya teman sekelas Neapo!"
"Tuh kan parah,"
"Ih beneran, jadi setelah kamu bilang kalau Neapo temen
sekelas kita, kuingat-ingat lagi beneran deh, emang kita punya temen namanya Neapo?!" tanya Nevskia masih tertawa.
"Tuh kan parah, kamu lebih dekat
sama tetangga sebelah sih, cuma sama-sama orang Indonesia, si Myristi, Betaine, Aguse, Nitia, Alie, Eksan, Amine, dan Pyleni. Jangan-jangan kamu lupa sama semua temen sekelas kamu."
"Ih, bukan gitu Lise, kenal
lah kenal sama mereka, beneran Lise main sama tetangga sebelah itu lebih
membuatku nyaman, masing-masing punya karakter yang nyambung sama aku,
makanya... aku senang bergaul dengan mereka."
"Nyambung sama nggak jelasnya!"
"Mungkin iya, aku tuh bisa nggak
jelas sama mereka." kata Nevskia tertawa. "Dan aku ngerasa
menemukan diriku sendiri dengan mereka. Kalau sama kalian, aku bisa mati kutu,
aku nggak bisa berbuat apa-apa, aku cuma bisa menjadi penyimak kalian...tapi
aku mulai sama kalian, aku cinta banget sama kalian, mulai sekarang!" Nevskia
mencubit pipi Alise.
Alise manyun mengamati Nevskia.
Wageningen,
cukup cerah pagi ini meskipun suhunya masih dingin. Beberapa bunga rumput
kuning dan rumput hijau menyembul di tepi-tepi jalan atau menutupi
lapangan-lapangan yang muncul di tengah-tengah gedung pencakar langit atau
gedung megah, seperi genangan-genangan air kecil yang berwarna hijau indah jika
di lihat dari atas. Jalan-jalan memutih terkena sinar matahari pagi memunculkan
cahaya keperak-perakkan. Begitu juga gedung-gedung tinggi pencakar langit, yang
sebagiannya nampak berkilat-kilat keperakan terkena sinar matahari pagi.
Parit-parit lebar yang mulai mencairkan bekuannya berwarna coklat jika dilihat
dari atas, menyerupai lidah-lidah raksasa yang menjulur di antara
gedung-gedungnya. Gedung-gedung tersebut sebagiannya tersusun atas kaca-kaca,
didesain untuk menghemat energi dan menangkap cahaya matahari
sebanyak-banyaknya, gedung yang cantik dan unik, Radix, Vitae, Innovatron, Futurum, Carus, Forum.
Beberapa
mahasiswa yang ditemui Nevskia dan Alise berjalan cepat
menggunakan jin, baju hangat lengan panjang, dan syal, meskipun mereka tidak
memakai baju setebal kemarin. Tetapi sebagian besar yang ditemui mereka adalah menggunakan sepeda, kampus Wageningen identik dengan sepeda dan ada jutaan sepeda pagi itu berlalu-lalang melintasi
gedung-gedung di Universitas Wageningen. Radix adalah gedung botani yang terdiri
atas dua gedung yaitu gedung kotak dengan perpaduan warna hijau dan coklat dan
gedung kotak kedua yang sebagian dindingya tersusun atas kaca dan cat dengan
perpaduan warna coklat dan pink dan ungu terinspirasi dari akar tanaman. Vitae
adalah gedung yang berarti 'hidup', yang dibangun menyerupai tanda koma tetapi
berdiri di atas pilar-pilar yang kokoh yang jumlahnya banyak, berwarna coklat
dan transparan. Innovatron adalah gedung yang dibangun menyerupai rumah tetapi
memanjang, atap yang melandai ke bawah di bagian belakang, bercat hitam dan
terdapat tiang-tiang ramping di depan masing-masing rumah dan jendela-jendela
persis menyerupai rumah, untuk riset dan penelitian. Futurum adalah rumah makan
masa depan juga merupakan sebuah gedung yang didesain menyerupai rumah, tetapi
semua berdinding kaca pada bagian depannya, dan sebuah tangga yang
menghubungkan dengan lantai di atasnya yang kelihatan dari luar karena kacanya
yang transparan, cocok untuk mengamati perilaku pelanggan, tempat nongkrong
sambil minum kopi, dan penelitian-penelitian tentang pengembangan rumah makan
yang lain. Carus adalah gedung yang yang merupakan bangunan tinggi, tertutup,
dengan beberapa jendela, yang dibangun untuk kelompok ilmuwan ternak dan
kelompok ilmuwan agroteknologi yang lain. Forum adalah bangunan yang tinggi,
coklat, yang sangat menarik perhatian mata, dibangun terdiri atas beberapa
gedung yang dijadikan satu, menjorok ke dalam bagian pintu depannnya, merupakan
tempat kuliah, edukasi, perpustakaan, restauran yang menjadi satu. Nevskia
berjalan cepat untuk melewati salah satu atau beberapa dari gedung-gedung
tersebut untuk mencapai labnya, memburu waktu, sambil tangan kanannya berusaha
memegang tutup tasnya yang menutupi buku-bukunya yang nampak dari luar tidak
mau ditutup karena ukurannya terlalu besar, sementara satu tangan kirinya
memegangi topi putihnya agar tidak terbang terkena angin.
Adalah
gedung Biotechnion yang menjadi tujuan perjalanan Nevskia, gedung
bioteknologi dan gedung Futurum kadang-kadang, tempat ia minum kopi. Gedung
Biotechnion terdiri atas dua bagian utama, yaitu bagian kanan dan bagian kiri.
Bagian kanan lebih rendah dari bagian kiri dan terdiri atas lima lantai yang
disusun menyerupai lengkung busur atau menyerupai Coloseum di Roma dengan
dominasi warna adalah biru dan kaca sedangkan bagian kiri lebih tinggi dan
tersusun atas tujuh lantai dengan sedikit warna biru dan didominasi oleh warna
kaca. Merupakan gedung tempat Nevskia menggantungkan asa, meneliti
teknologi pangan dan pengembangannya, bercengkrama dengan mikrobiologi
penelitiannya, dan bioteknologi pengembangan fermentasi keju, tempat ia
mengejar-ngejar profesornya, dan bermain bersama teman-temannya.
"Oke, sampai di sini dulu ya Lise trima kasih tumpangannya!" kata Nevskia turun dari mobil Alise.
"Lah, luh nggak langsung masuk ke Lab?"
"Nggak, aku mau nemuin Pak James dulu!" kata Nevskia berlari.
"Nanti pulangnya kujemput!"
Nevskia sudah tidak mendengarkan sudah berlari menuju ruangan pak James.
"Oke, sampai di sini dulu ya Lise trima kasih tumpangannya!" kata Nevskia turun dari mobil Alise.
"Lah, luh nggak langsung masuk ke Lab?"
"Nggak, aku mau nemuin Pak James dulu!" kata Nevskia berlari.
"Nanti pulangnya kujemput!"
Nevskia sudah tidak mendengarkan sudah berlari menuju ruangan pak James.
“Semoga
Pak James ada!” kata Nevskia, sambil menaiki tangga.
“Pak..,”
kata Nevskia memergoki pak James menuruni tangga.
Pak James melintas tepat di depan Nevskia, tanpa memperhatikan Nevskia.
“Pak,
saya mau konsultasi tugas esai saya..!” kata Nevskia sambil memandangi punggung pak James yang sedang
berjalan turun.
“Kamu
telat..!” kata pak James tanpa menoleh.
“Tapi
saya suadah lari-lari Pak!” teriak Nevskia
lagi.
“Kamu
telat..!” kata pak James tanpa menoleh.
"Pak...!" Nevskia bengong, memandangi punggung pak
James.
Aguse yang berdiri di ujung pintu ke luar,
melihat kejadian Nevskia dari awal
hingga akhir, akhirnya tertawa "Haha..!"
Nevskia melirik sebal pada Aguse.
"Lu kenapa nggak ngejar pak James?!" tanya Aguse mengejar dan memegang pungggung Nevskia.
"Lu tahu sendiri kan, Pak James nggak mau dikejar sama aku!" bales Nevskia sewot.
"Haha..! Makanya kalau mau nemuin Pak James itu yang pagi, jam setengah tujuh kek, kamu jam sembilan baru dateng...!" kata Aguse masih mengejar Nevskia.
"Hah, sepagi itu?!" Nevskia berbalik.
"Hah, lu dari mana aja Nevskia, halooo...!" kata Aguse lalu berjalan cepat untuk mengejar kuliahnya, ia mengambil mata kuliah Pengendalian Mutu Ikan sambil melakkan penelitiannya.
Nevskia bengong mengamati punggung Aguse.
Nevskia melirik sebal pada Aguse.
"Lu kenapa nggak ngejar pak James?!" tanya Aguse mengejar dan memegang pungggung Nevskia.
"Lu tahu sendiri kan, Pak James nggak mau dikejar sama aku!" bales Nevskia sewot.
"Haha..! Makanya kalau mau nemuin Pak James itu yang pagi, jam setengah tujuh kek, kamu jam sembilan baru dateng...!" kata Aguse masih mengejar Nevskia.
"Hah, sepagi itu?!" Nevskia berbalik.
"Hah, lu dari mana aja Nevskia, halooo...!" kata Aguse lalu berjalan cepat untuk mengejar kuliahnya, ia mengambil mata kuliah Pengendalian Mutu Ikan sambil melakkan penelitiannya.
Nevskia bengong mengamati punggung Aguse.
Nevskia tak henti-hentinya memenggerakan badannya bolak-balik
dari mejanya ke meja di bawah jendela. Membawa pembakar bunsen, korek api,
erlenmeyer isi medium steril, lap, dan beberapa perlengkapan lain.
Telinganya ia sumbat dengan earphone yang terhubung dengan
ponselnya yang memutarkan musik–musik Korea Suju kesukaannya. "Aku malas berhubungan dengan orang-orang
berwajah masam. Aku malas berhubungan dengan orang-orang yang
membentakku. Dan aku malas dengan orang-orang yang sudah dulu masuk
lab, sehingga merasa berkuasa di lab ini. Bahkan jika aku harus
berpapasan
dengan wajah orang pun, aku ingin buru-buru segera mengalihkannya..." Nevskia membuka lemari pendinginnya, mengambil beberapa keju kemudian menimbangnya seberat
0,2 gram masing-masing sembilan buah. Nevskia membawa kembali
potongan-potongan keju tersebut ke meja dekat jendela, sambil bergumam
ngomong sendiri, sekali-sekali ia mencibirkan bibirnya menirukan
orang-orang lab yang cerewet padanya.
Lirik lagu No Other
dikumandangkan dengan lirih oleh Nevskia sambil membetulkan letak earphonnya.
Ia mulai mengenakan sarung tangan, menyemprotkan alkohol ke sarung tangannya,
menyemprotkan alkohol ke mejanya, lalu mengelapnya dengan lap.
Dengan menghentak-hentakkan kakinya, Nevskia menyalakan
pembakar bunsennya dengan korek
apinya, kemudian memasukkan potongan keju yang tadi ia timbang ke dalam
masing-masing erlenmeyer dengan mendekatkan ujung erlenmeyer tersebut ke api bunsen. Ia berusaha berhati–hati menjaga agar permukaan
erlenmeyernya tidak terpapar udara luar. Ia segera menutup masing-maasing
erlenmeyer tersebut dengan kapas, kemudian ia lapisi dengan aluminium foil,
kemudian ia ikat denga karet.
Nevskia berjalan ke arah mesin penggojong, masih sesekali
dengan mengumandangkan lagu yang sedang didengarnya. Ia berjongkok di depan
mesin penggojog kemudian meletakkan masing-masing erlemeyer tersebut di situ. Kemudian
ia menyalakan lagi mesin penggojognya. Ia melamun di situ beberapa jenak, “Kenapa
bakteriku tidak tumbuh..?”
“You know, the
most amazing thing in the world is you, I love you!” kata Nevskia mengamati petridishnya yang kosong tidak ditumbuhi bakteri.
Arho
masuk ke dalam ruangan lab dan mengamati Nevskia dengan lirikan
aneh. Nevskia mengamati Arho lalu tertawa lagi sambil menggigiti ujung kuku jari manis tanngan kanannya sambil memandangi petri dishnya.
“Kamu eror ya, Nevskia?!” tanya Arho mendekati Nevskia.
“Kamu eror ya, Nevskia?!” tanya Arho mendekati Nevskia.
“Iya, kupikir
Nevskia eror. Dia habis konsultasi
dengan pak James tadi pagi, tapi dia
dicueki pak James!” kata Aguse masuk ke ruangan lab. Di tangannya
membawa preparat potongan kentang yang ia letakkan di atas gelas benda.
“Dicuekin gimana?”
“Iya, dicuekkin, jadi dia mau konsultasi tugas
tulisannya. Tapi dia telat, makanya, waktu dia mau ketemu pak James dan berpapasan di tangga pak James hanya melewatinya, tanpa mengomentari
apa-apa..!”kata Aguse, ia membawa
preparat kentang kemudian mengamati preparat kentang tersebut di bawah mikroskop.
“Haha..!”
“Bisakah kalian untuk diam?!” tanya Nevskia melihat mereka sambil melotot, lalu mengamati lagi
petridishnya.
“Haha.. Nevskia
dicuekkin pak James..!”komentar Arho dan Aguse.
“Emang Nevskia
sering berbuat kesalahan seperti itu ya?!”
“Kupikir baru kali ini aku melihatnya, tapi ada
kemungkinan ke depannya aku akan melihatnya lagi.”
“Sepertinya iya.”
“Dih, sebel deh..!”
Arho ikut tersenyum, senang. Ia mendekati dan duduk di samping
Nevskia. Seketika Nevskia tersenyum, tapi senyumnya untuk
pertidishnya. Seolah-olah tak memperhatikan keberadaan Arho yang duduk di sampingnya.
Tak lama kemudian Arho
berdiri, ia diam dan mengamati Nevskia.
Nevskia tetap tak bergeming di tempat
duduknya. Tersenyum-senyum mengamati petridishnya.
“Tsk,” kata Arho berdiri,
tangan kirinya ia letakkan di pinggang, menghela napas sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
“Nevskia, maukah
kau menemaniku ke gedung Vitae, kamu udah selesai melakukan pengamatan kan,
jadi maukah kamu melihat koleksi bunga tulip penelitianku?” ajak Arho.
"Mau," kata Nevskia. Mata Nevskia berbinar-binar, ia segera mengikuti Arho ke rumah kaca. gedung Vitae. “Jadi penelitianmu tentang bunga tulip?”
tanya Nevskia mengikuti Arho.
“Ya, itu benar!” kata Arho
memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya dengan senang.
“Ah menyenangkan. Apa kau kapan-kapan akan meminta tolong
aku lagi untuk menemanimu datang ke gedung Vitae?” tanya Nevskia penasaran.
“Oh, itu menyenangkan sekali. Aku suka bunga tulip.” kata Nevskia mengepalkan kedua tangannya di depan dadanya. "Kamu menyenangkan sekali. Apakah kapan-kapan kamu akan mengajakku lagi ke rumah kaca?"
“Oh, itu menyenangkan sekali. Aku suka bunga tulip.” kata Nevskia mengepalkan kedua tangannya di depan dadanya. "Kamu menyenangkan sekali. Apakah kapan-kapan kamu akan mengajakku lagi ke rumah kaca?"
“Akan kupertimbangakan!” kata Arho pura-pura bersikap acuh pada Nevskia.
“Whuah, bunga tulip memang sangat menyenangkan. Ah,
tidak, semua bunga sangat menyenangkan... Terutama bunga tulip sangat menyenangkan!" kata Nevskia mau menyentuh bunga tulip tersebut tapi nggak jadi sayang sama bunga tulup tersebut, saat Nevskia memasuki rumah kaca dan mendapati bunga tulip oranye, bunga tulip ungu, bunga tulip kuning, bunga tulip merah, dan bunga tulip ungu. Bunga-bunga tersebut bermekaran dan siap panen. Terletak pada kotak-kotak kaca menyerupai akuarium. Penelitian Arho adalah tentang pengendalian virus penyerang bunga tulip dengan menggunakan enzim.
“Kamu yang nanam ini semua?” tanya Nevskia kegirangan.
Arho menganggukkan kepalanya. Memotreti bunga tulip yang ada di depannya dengan menggunakan kameranya.
Sepuluh detik Arho mengamati gambar tulip di kamernaya, kemudian ia memperlihatkan foto tersebut pada Nevski. Pada foto tersebut terdapat gambar tulip yang sempurna yang menggambarkan tulip yang sebenarnya yang terdiri atas daun yang berwarna hijau dan bunga yang berwarna oranye dan gambar yang permuakaannya tertutup oleh cat blur berwarna merah.
“Apa ini?” tanya Nevskia sambil menunjuk bunga blur beerwarna merah di layar kamera.
***
10.
Sepuluh detik Arho mengamati gambar tulip di kamernaya, kemudian ia memperlihatkan foto tersebut pada Nevski. Pada foto tersebut terdapat gambar tulip yang sempurna yang menggambarkan tulip yang sebenarnya yang terdiri atas daun yang berwarna hijau dan bunga yang berwarna oranye dan gambar yang permuakaannya tertutup oleh cat blur berwarna merah.
“Apa ini?” tanya Nevskia sambil menunjuk bunga blur beerwarna merah di layar kamera.
"Ini bagian yang terkena virus.".
“Ya, iyalah, orang cat blur itu digunakan untuk
mendeteksi adanya virus pada tanaman, kalau cuma motret bunga tulip ngapain
diadakan penelitian...” kata Arho,
mengambil alih posisi Nevskia mendorong
gerobag tersebut.
“Kamu mau mencobanya?”
“Boleh? boleh, boleh..!”
Arho menyerahkan kameranya pada Nevskia dan mengajari Nevskia untuk menggunakannya. Kemudian ia
berdiri mengamati posisi lensa kamera dan posisi Nevskia. Ia mendekat untuk memperbaiki posisi lensa kamera. Menyuruh
Nevskia menunduk agar dapat dengan
baik menemukan posisi lensa kamera tersebut. Menyuruh Nevskia menunduk lagi. Menyuruh Nevskia
membungkuk. Menyuruh Nevskia rileks. Arho mendekati Nevskia lagi, “Nah, nanti kamu tekan tombol ini untuk memotret!” perintah Arho.
Nevskia mengangguk, tersenyum dan dengan antusias maju ke depan memotreti
tulip-tulip tersebut.
Nevskia mengamati hasil jepretannya, “Jadi penelitianmu
tentang virus penyerang bunga tulip?!” tanya Nevskia lagi kepada Arho.
“Ya, iyalah apalagi selain itu?” Arho terus mengikuti Nevskia.
“Jadi kamu mengisolasi virus tersebut, kemudian
mendeteksi virus tersebut, sampai melakukan pengujian-pengujian untuk membasmi virus tersebut dengan enzim?” tanya Nevskia penasaran.
“Sebenarnya ya, tapi tahap itu hanya sedikit...” Arho mengamati Nevskia yang masih mengamati hasil jepretannya, “Aku nggak fokus pada identifikasi virusnya tapi fokus pada enzim untuk mengeliminasi virusnya...”
“Trus, tanaman yang setelah diketahui ada cat warna merah blur trus
diapain..?”
“Itu digunakan untuk melihat seberapa besar serangan virus
pada suatu lahan, kalau sudah diketahui kau boleh mencabut tanaman yang
berwarna merah tersebut dan membuangnya...!” kata Arho sambil tersenyum, lalu mendorong gerobagnya maju ke depan. “Mari
kita pulang, hari sudah sore!”
“Hanya seperti itu, hanya mendeteksi warna merah kemudian
membuangnya?”
“Ya.”
Nevskia terus mengikuti langkah Arho mendengarkan penjelasan Arho sambil mengamati jepretannya.
“Kau bisa mendapatkan enzim tersebut dari bakteri, fungi,
atau keturunannya tersebut untuk melisiskan virus tersebut..” tambah Arho.
“Kau penelitiannya sudah sampai sana?”
“Ya, tapi sedikit. Penelitianku yang utama hanya
mendeteksi tanaman tulip yang berwarna merah blur dan membuangnya begitu saja, agar
tidak perlu menggunakan pestisida..” kata Arho
memalingkan muka.
“Wah, cuma sampai gitu, enak banget..!” kata Nevskia mengamati wajah Arho sambil tersenyum.
Arho mengamati Nevskia yang sudah fokus lagi mengamati kameranya.
***
10.
"Trima kasih sudah mengajakku jalan-jalan." kata Nevskia sambil tersenyum.
"Tidak, akau yang berterima kasih padamu, karena sudah menemaniku mengecek tanaman tulipku." kata Arho mengamati Nevskia.
Nevskia tersenyum, lalu berlari ke mejanya. Sesampainya di mejanya, pikirannya sibuk memikirkan isi buku catatanya. Jika ia harus menyelesaikan penelitiannya, maka minimal ia harus melakukan serangkaian pengujian seperti memurnikan bakteri yang ia peroleh, melakukan penegecatan gram, pengecatan negatif, katalase, oksidase, aerobisitas, uji urea, uji gelatin, uji hidroslisis pati, uji toxsisitas. Jika pemurnian bakteri memakan waktu enam bulan, dan masing-masing pengujian sebanyak lima belas pengujian dikalikan waktu tiga bulan, maka akan memakan waktu enam bulan ditambah 45 bulan, “51 bulan, ah lama sekali...!” Nevskia menyandarkan badannya ke mejanya.
"Tidak, akau yang berterima kasih padamu, karena sudah menemaniku mengecek tanaman tulipku." kata Arho mengamati Nevskia.
Nevskia tersenyum, lalu berlari ke mejanya. Sesampainya di mejanya, pikirannya sibuk memikirkan isi buku catatanya. Jika ia harus menyelesaikan penelitiannya, maka minimal ia harus melakukan serangkaian pengujian seperti memurnikan bakteri yang ia peroleh, melakukan penegecatan gram, pengecatan negatif, katalase, oksidase, aerobisitas, uji urea, uji gelatin, uji hidroslisis pati, uji toxsisitas. Jika pemurnian bakteri memakan waktu enam bulan, dan masing-masing pengujian sebanyak lima belas pengujian dikalikan waktu tiga bulan, maka akan memakan waktu enam bulan ditambah 45 bulan, “51 bulan, ah lama sekali...!” Nevskia menyandarkan badannya ke mejanya.
“Kau bilang apa Nevskia..?”
Nevskia duduk tegak lagi dan mengamati catatannya lagi, “Ah,
nggak..!”
Arho menunduk lagi melakukan pengamatannya.
Nevskia mengamati buku catatannya lagi. Apa lagi setelah
menempatkan akuades ke tabung reaksi. Apakah perlu membeli keju lagi untuk
persiapan ke depan. Apakah harus membuat gulungan kapas lagi untuk tutup tabung
reaksi. Apakah harus belajar jurnal untuk menjawab segala kemungkinan yang
terjadi kenapa bakterinya tidak tumbuh dan kemungkinan-kemungkingan pertanyan lain
selama nge-lab. Apakah harus belanja yang lain lagi. “Ah, apa yang harus aku
lakukan..?” Nevskia memelorotkan diri
dari tempat duduknya.
Nevskia segera memperbaiki posisi duduknya. Ia lalu berdiri dan berjalan mendekati Arho. Mengamati Arho yang sedang
duduk mengerjakan prosentase hasil penelitiannya, prosentasi tanaman bunga yang terkena virus dan presentase bunga yang tidak terkena virus. Cowok setinggi 173 cm yang tegap itu, berkulit putih bermabut cepak pirang, serius di mejanya, menghitung semua angka yang ada di buku catatannya, “Bahkan Arho hampir menyelesaikan penelitiannya..!”
gumam Nevskia, seperti mau menangis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar